Haru yang Mengikat Jiwa

Beberapa tahun yang lalu perjuangan itu menghiasi langit-langit rasaku, Menyentuh qolbu namun masih terasa menggelinding dihati tak kunjung seperti pola persegi selalu saja bundar menggelinding, sedikit tertiup angin bahkan batu sekecil kerikil sekalipun sudah berubah haluan. 
Sabarmu menjadi pondasi nyata, rasamu menyimpan beribu asa, sikapmu melemah laksana karet Kalimantan Sumatera, harapmu berlapis-lapis laksana Agar-agar dan brownies, tekadmu tajam seperti silet, cepat tumpul di permukaan keras. 

"Daku dalam posisi yang tidak baik-baik saja, mengemban amanat sosial dengan perasaan bersalah jika tidak sesuai tingkah, disatu sisi ingin menetap di kehidupan seberang rasanya berat. Berat meninggalkan rumah wasiat nenek moyang dan yang lebih berat lagi jauh dari ayah juga bunda yang sudah lanjut usia, entah kapan umur ini akan sirna akankah anak atau ibu bapak akan mendahului"? HA membuka cerita percakapan history inti. 

Dengan nafas terhembus HA kembali melanjutkan "Bagaimana pun juga akan saya jelaskan lebih dalam lagi padamu. Usahakan membuka hati dan mendengar dengan baik serapan asupan nutrisi mutiara ini. Ada beberapa poin penting yang harus engkau tempelkan ditelinga, tetapi ijinkan aku mengemas-Nya dalam sebuah cerita." 

Tak terasa seruputan kopi yang terhidang sudah mencapai 3 cm dari dasar wadah tersisa, hanya tinggal menyeruput satu sampai dua teguk akan habis.  

Terlihat tangannya menggeser, lalu menarik kembali gelas dengan tinggi sedotan menjulang dari size ukuran gelas. History melebar kemana-mana memberi perumpamaan dengan menukil sana sini dengan kemasan bahasa dengan panjang disela-sela coffee break. 

Tidak terasa beberapa paragraf cerita telah terkemas panjang lebar, kurang lebih terdengar point penting pada akhir dialognya. "Sudah beberapa bulan ini semenjak kembali menetapi atap rumah tua di kampung halaman, aku dihadapkan dengan pilihan pilihan yang membingungkan, yang terpenting saat ini adalah harus bersabar agar manisnya tetap terjaga dengan mengikuti tempo waktu sebenarnya. " Tegas HA. 

Suasana jingga kian menganga meredupkan sinar membekas terlintas di mata, lalu lalang kendaraan silih berganti menyisakan geming telinga membentuk ngeng... Ngenggg... Stttt.... Hushhh.. SSstttt...dua tangan EM mengubah posisi sandaran kursi lalu mencoba merespons. 

"Hmmz.. Oww. Bukan bermaksud apa-apa, hanya tidak ingin menyakiti siapapun jadii....."

Beberapa telinga nampaknya tidak tega mendengar pembicaraan itu, dia memilih menyingkir berpindah ke tempat lain. Tanpa memberi ruang, lanjut HA kembali memotong dan masuk topik EM
"Terus kenapa??! kenyataannya perlakuan itu hanya padaku seorang dilampiaskan,? sepanjang sejarah hidup aku tidak pernah mencari dalih untuk tidak menyambung silaturahmi kepada siapapun? 
Aku tidak pernah melakukan tindakan menyakiti perasaan orang dengan mendalam lebih-lebih jiwa seorang? 
Aku tidak tega hanya karena rasa yang berlebihan membuat ikatan kekeluargaan terpecah begitu saja? "Astaga,! maaf aku agresif mengambil waktumu. silakan dilanjutkan.! "

Masker ber-merk itu nampak buram tertimbun oleh kesamaan warna hitamnya, mata itu mulai berkaca-kaca, suhu pada badan beraura tinggi diatas suhu normal, bulu-bulu merinding tumbuh sejenak. "Aku tidak tahu harus ngomong apa, tetapi interpretasi yang engkau explain keliru beberapa diantaranya, bukan itu sebenarnya.!!! Bukan.! ".

EM hanya mengangguk dengan isyarat mata yang nampak bergerak, kadang menatap bawah, samping dan tidak sering menyorot tajam kedepan. 
" Ini sudah mau hampir magrib, saya jawab juga perjelas lewat chat saja, please.! nanti kemaleman." Dengan permintaan manja lembutnya hari itu menutup pertemuan indah disaksikan beberapa pengunjung yang singgah di deretan lingkaran kursi tertata rapi. 
Maka filling HA dapat memahami maksud dan keinginan nya. " Okay baik, dilain kesempatan semoga ada waktu untuk kita berbagi kembali dalam bingkai relaksasi dan ketenangan duduk bersama. " 

Berhari-hari telah berlalu, kian minggu berotasi pada Ahad. Pertemuan tidak lagi memihak lebih dekat, yang ternyata obrolan hari itu terbukti susah difahami untuk diartikan secara spontanitas. 

Tidak kurang tidak lebih obrolan voice dan chat juga vidcall intens dilakukan pada senggang waktu luang, yang pada akhirnya dapat dirangkum menjadi kesimpulan panjang melalui analisa mendalam. Diri-nya hanya butuh penjelasan sederhana, deskripsi detail dengan menurunkan level kosakata tanpa perlu menggunakan retorika. 

Tidak sampai hanya disitu saja, komitmen yang kokoh selama pergantian musim hujan ke musim panas dia tetap bersabar menanti pejuang yang bersedia membuat tumpuan semakin berpijak kuat, tidak peduli segala omongan, tidak peduli suara di pinggir jalan ia dengan sigap membuktikan, tetap menengadah merampas kesempatan pada sepertiga malam. Saat manusia lalai makna gemerlap kesunyian. Saat ketika manusia tidak memahami krikk.. Krikk.. Jangkrik..., bahkan tiupan sahutan makhluk spesial di atas gesekan jam dinding pukul 00.00 larut malam.

"Aku Terharu kisah perjalananmu, bukan karena lika liku alasan dan pengorbanan rasa perasaan! 

Aku memilih kata Haru juga bukan karena do'a-doamu tatkala pada biru nya malam yang berbintang! 

Aku memilih Haru dan bahagia, bukan karena pemberian barang dan benda! 

Akupun Haru dan decak kagum, bukan karena pengorbanan waktu dan istirahat mu di masa sepi yang membutuhkan sentuhan sikologis! 

Melainkan Bangga Proses Sejauh ini masih di pertahankan dalam kondisi yang sulit untuk manusia kurang ajar seperti diriku ini. " Tutup H sembari meliuk-liuk alam bawah sadarnya. 

Bisa dan memungkinkan sesuatu berubah-ubah itu akan kembali pada zat/bahan baku sebelum menjadi yang beredar luas, ia hanya butuh terhampar di lepas bebas mengisi seluruh kebutuhan jiwa lain sebagai penenang pada masa-Nya. 

dan atau menjadi Ibnu Sabil yang terus berkelana sepanjang waktu yang pada akhirnya berhenti tatkala manusia lain memerlukan raga jiwa dan pengabdian demi kemaslahatan Ummat manusia lainnya. 
#PenaDetded
#MenuliskuSebabMerdeka

Belum ada Komentar untuk "Haru yang Mengikat Jiwa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel